banner 728x90 banner 728x90
Opini  

OPINI: Menyatukan Nalar dan Rasa: Filsafat Tata Kelola Kebudayaan

Nahwand Sona Alhamd.
banner 468x60

JURNALINDONESIA.CO – Musyawarah Besar Dewan Kesenian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada akhir Oktober 2025 melahirkan kesepakatan penting: memperkuat kolaborasi lintas sektoral berbasis model Pentahelix dalam upaya pemajukan kebudayaan daerah.

Kesepakatan ini tidak hanya menjadi hasil administratif, tetapi sebuah pernyataan filosofis tentang pentingnya menata kebudayaan secara kolektif, partisipatif, dan berkesadaran nilai.

Pentahelix, yang merangkul pemerintah, akademisi, pelaku usaha, media, dan masyarakat (termasuk seniman dan budayawan), menjadi simbol dari tata kelola kebudayaan yang hidup dan inklusif.

Kesepakatan ini menunjukkan bahwa para pelaku budaya di Kepulauan Bangka Belitung tidak lagi memandang kebudayaan sekadar sebagai aktivitas seni atau hiburan, tetapi sebagai sistem nilai yang perlu dikelola dengan pemikiran mendalam.

Ketua Dewan Kesenian Babel, Ony Nur Pratama, S.Sn, M.Sn menegaskan perlunya kemitraan strategis dengan dinas terkait dan kementerian, sedangkan Ketua Dewan Kesenian Belitung, Iqbal Saputra, S.Pd, M.A menyoroti bahwa kebudayaan bukan gaya hidup, melainkan sikap hidup yang membentuk karakter bangsa.

Pandangan-pandangan ini mengandung inti filsafat administrasi: bahwa mengelola kebudayaan berarti menata kehidupan dengan nilai dan tanggung jawab moral.

Filsafat ilmu administrasi memberi dasar untuk memahami hal tersebut.

Administrasi, secara ontologis, tidak hanya mempersoalkan struktur dan prosedur, melainkan eksistensi manusia sebagai makhluk sosial yang berupaya menciptakan keteraturan bermakna.

Epistemologinya menuntut bahwa pengetahuan administratif harus lahir dari dialog antara teori dan pengalaman empiris masyarakat.

Sedangkan aksiologinya menegaskan bahwa tujuan administrasi adalah kebaikan bersama (common good), bukan efisiensi semata. Dalam konteks kebudayaan, administrasi tidak cukup hanya mengatur festival dan program, tetapi harus menjadi wadah reflektif yang menumbuhkan kesadaran bersama akan nilai, identitas, dan kebajikan.

Teori-teori klasik seperti milik Max Weber tentang rasionalitas birokrasi menekankan keteraturan dan kepastian hukum, namun dalam pengelolaan kebudayaan, rasionalitas semacam itu perlu disempurnakan oleh pendekatan yang lebih manusiawi.

Herbert Simon dengan konsep bounded rationality-nya menjelaskan bahwa keputusan administratif selalu terbatas oleh pengetahuan, waktu, dan konteks sosial.

Karena itu, keputusan yang baik hanya mungkin lahir melalui kolaborasi berbagai aktor dan sumber daya, ini sebuah prinsip yang menjadi inti model Pentahelix.

Pentahelix bukan hanya strategi koordinasi, tetapi cermin dari rasionalitas reflektif yang mengakui keterbatasan manusia sekaligus merayakan kebersamaan sebagai kekuatan administratif.

Namun, dalam praktiknya, kesadaran kolektif semacam itu belum sepenuhnya menjadi kenyataan.

Banyak kebijakan kebudayaan masih bersifat proyek tahunan, berjalan secara sektoral, dan minim refleksi nilai.

Dewan Kesenian sering kali belum dilibatkan secara substantif dalam penyusunan arah kebijakan, padahal sangat jelas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan sudah secara tegas menempatkan peran masyarakat dan lembaga kebudayaan dalam empat pilar utama yaitu pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.

Keempatnya mengandaikan adanya sinergi yang sadar dan berkesinambungan antara pemerintah, masyarakat, dan komunitas budaya.

Tanpa kesadaran administratif yang kolaboratif, amanat undang-undang itu akan tetap menjadi teks normatif yang tidak hidup di masyarakat.

Dari kacamata filsafat administrasi, kegagalan membangun kesadaran kolaboratif ini bukan sekadar soal manajemen, melainkan soal etika publik.

Dwight Waldo menekankan bahwa administrasi publik adalah tindakan moral yang selalu memuat pertanyaan tentang “apa yang baik bagi masyarakat.”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses