JURNALINDONESIA.CO – Suplemen berbeda dengan obat-obatan.
Obat-obatan melalui pengawasan ketat dari pihak berwenang sebelum dipasarkan.
Namun, suplemen dapat dijual begitu saja tanpa persetujuan atau pengawasan lembaga berwenang.
***
Pasar suplemen sedang berkembang pesat.
Hampir setiap hari, media sosial kita dibanjiri dengan tren bahan baru—mulai dari magnesium, lion’s mane, hingga creatine—yang diklaim bisa meningkatkan kesehatan.
Namun, di balik popularitasnya, tidak banyak orang tahu bahwa produk suplemen sebenarnya tidak melalui proses pengawasan seketat obat-obatan.
Menurut Dr. Dinar Sayani, dokter spesialis penyakit dalam di Summit Medical Group, Tennessee, seperti dikutip dari Vogue, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) tidak melakukan persetujuan atau pemeriksaan terhadap keamanan dan label suplemen sebelum dijual ke publik.
“Perusahaan bisa memasarkan produk apa pun dengan pengawasan yang sangat minim,” jelasnya.
Hal ini membuat masyarakat mudah tergoda untuk membeli suplemen yang sebenarnya belum tentu dibutuhkan, apalagi jika promosinya datang dari influencer media sosial.
Samantha Dieras, direktur layanan nutrisi di Mount Sinai Hospital, New York, menambahkan, “Banyak orang membeli suplemen berdasarkan iklan influencer, padahal suplemen tersebut belum tentu menjadi pilihan terbaik atau kebutuhan utama mereka.”
Ia juga menyoroti bahwa banjirnya iklan di dunia digital membuat banyak orang merasa perlu mengonsumsi berbagai suplemen sekaligus, tanpa mempertimbangkan keamanan dan manfaatnya.
Untuk membantu masyarakat membuat pilihan yang lebih bijak, para ahli menyarankan tiga langkah penting sebelum membeli suplemen:
1. Baca Label Fakta dan Kandungan
Seperti halnya makanan kemasan, membaca label suplemen adalah langkah pertama yang wajib dilakukan.
Daftar bahan akan memberi tahu secara jelas apa saja yang terkandung di dalamnya, termasuk vitamin, mineral, atau zat aktif yang mungkin sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Sebaliknya, bagi yang memiliki alergi atau pantangan tertentu, label ini membantu memastikan suplemen tersebut aman dikonsumsi.
Dr. Sayani juga mengingatkan agar waspada terhadap klaim yang terlalu berlebihan.
“Jika suatu produk mengaku bisa menyembuhkan penyakit, mencegah sepenuhnya, 100% aman, atau tanpa efek samping, sebaiknya hindari.
Klaim semacam itu hampir pasti tidak bisa dibuktikan,” tuturnya.
2. Pahami Interaksi dengan Obat Lain
Hal lain yang sering diabaikan adalah potensi interaksi antara suplemen dan obat resep.
Dieras mencontohkan, suplemen magnesium dapat mengurangi efektivitas antibiotik tertentu.
Oleh karena itu, sebaiknya selalu konsultasikan dengan dokter atau ahli gizi sebelum mengonsumsi suplemen baru—terutama jika sedang menjalani pengobatan tertentu.
3. Pilih Produk yang Telah Diuji oleh Pihak Ketiga
Istilah third-party tested atau diuji oleh pihak ketiga menandakan bahwa produk tersebut telah diperiksa oleh lembaga independen yang tidak terafiliasi dengan perusahaan pembuatnya.
Pemeriksaan ini memastikan bahwa isi suplemen benar-benar sesuai dengan label dan bebas dari kontaminan berbahaya.
Menurut Dr Sayani, beberapa lembaga terpercaya yang melakukan pengujian tersebut antara lain National Sanitation Foundation (NSF), ConsumerLab, dan U.S. Pharmacopeia (USP). Label dari lembaga-lembaga ini biasanya tercantum pada kemasan suplemen yang lolos uji.
Suplemen Bukan Pengganti Gaya Hidup Sehat
Para ahli menegaskan bahwa suplemen sebaiknya hanya digunakan sebagai pelengkap, bukan pengganti pola hidup sehat.
“Zat ini dimaksudkan untuk melengkapi kekurangan gizi, bukan menggantikan kebiasaan hidup sehat secara umum,” kata Dieras.
Ia menambahkan, mengembalikan dasar kesehatan tubuh melalui pola makan seimbang, olahraga teratur, tidur cukup, dan kebersihan diri yang baik akan memberikan hasil yang jauh lebih optimal daripada mengandalkan suplemen semata.
Kesimpulannya, sebelum terbujuk oleh promosi yang viral di media sosial, penting untuk mengenali kebutuhan tubuh sendiri, membaca label dengan teliti, memahami interaksi dengan obat lain, dan memastikan produk yang dipilih sudah melalui uji independen.
Suplemen bisa bermanfaat, tetapi hanya jika digunakan secara bijak—bukan sekadar mengikuti tren.
Sumber Artikel: parapuan.co




