JURNALINDONESIA.CO – Sebelum era reformasi Mei 1998, banyak aktivis yang ditangkap oleh aparat.
Salah satu yang terlibat menculik aktivis adalah Tim Mawar yang dibentuk Kopassus.
Para mantan Tim Mawar tersebut, kini ada yang masuk dalam pemerintahan.
***
Masih ingat dengan Tim Mawar?
Tim Mawar adalah tim kecil yang dibuat oleh Komando Pasukan Khusus (Kopassus) yang diduga menjadi dalang penculikan-penculikan aktivis sekitar 1998.
Dan tahukah Anda bahwa sekarang, beberapa anggotanya telah menduduki jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Siapa saja mereka?
Satu di antara bekas anggota Tim Mawar yang punya posisi penting di pemerintahan adalah Djaka Budi Utama yang sekarang adalah Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai, Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Selain itu ada nama Nugroho Sulistyo Budi yang menjabat sebagai Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang sebelumnya pernah jadi Staf Ahli bidang Politik Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada era kepresidenan Joko Widodo (Jokowi).
Nama lainnya adalah Dadang Hendrayudha yang mendapatkan posisi penting di Badan Gizi Nasional (BGN).
Lebih tepatnya, Deputi Pemantauan dan Pengawasan BGN.
Dia juga pernah diberikan jabatan strategis pada era pemerintahan Jokowi.
Dadang dipercaya menjadi Dirjen Potensi Pertahanan Kemenhan. Jabatan tersebut merupakan usulan Prabowo yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) 2019-2024.
Juga ada nama Yulius Selvanus yang pernah menduduki sebagai Kepala Badan Instalasi Strategis Pertahanan (Kabainstrahan) Kemenhan atas usulan Prabowo.
Dia kini menjadi Gubernur Sulawesi Utara periode 2025-2030.
Mengenang Tim Mawar
Tim Mawar disebut sebagai dalang dari operasi penculikan para aktivis politik pro-demokrasi di tahun yang sama.
Terdapat 14 aktivis yang ditangkap oleh Tim Mawar, tetapi sembilan di antaranya berhasil dipulangkan, sedangkan beberapa tawanan lain yang berstatus hilang, salah satunya Wiji Thukul.
Tim Mawar dibentuk sebagai respons atas Peristiwa 27 Juli 1996 (Kudatuli).
Ketika itu para preman yang didukung tentara merampas kantor dan menyerang simpatisan pendukung Megawati di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Kejadian itu kemudian membuat Danjen Kopassus Mayor Jenderal Prabowo Subianto menugaskan secara khusus kepada Mayor Bambang Kristiono, Komandan Batalyon 42, untuk menjabat sebagai Komandan Satgas Merpati.
Tugasnya, mengumpulkan data dan informasi tentang kegiatan-kegiatan radikal.
Bambang kemudian memanggil Kapten Fauzani Syahril Multhazar, Kapten Nugroho Sulistyo Budi, Kapten Yulius Selvanus, dan Kapten Dadang Hendra Yudha untuk menganalisis informasi tersebut dengan membentuk tim khusus pada pertengahan Juli 1997.
Saat itu ada tiga tim yang dibentuk: Tim Mawar, Tim Garda Muda, dan Tim Pendukung.
Tim Mawar bertugas mendeteksi kelompok radikal, pelaku aksi kerusuhan, dan teror.
Lalu pada 18 Januari 1998, terjadi ledakan di Rusun Tanah Tinggi, Jakarta Pusat.
Kejadian itu membuat kinerja Tim Mawar semakin intensif.
Mereka menyusun rencana untuk menangkap sejumlah aktivis yang dicurigai terlibat dalam ledakan bom tersebut.
Mayor Bambang mendapat sembilan nama dari data intelijen untuk ditangkap oleh Tim Mawar.
Mereka adalah Desmond J Mahesa, Pius Lustrilanang, Haryanto Taslam, Faisol Riza, Raharja Waluyo Jati, Nezar Patria, Aan Rusdianto, Mugiyanto, dan Andi Arief.















