JURNALINDONESIA.CO – Menjawab tuntutan publik, akhirnya DPR RI memutuskan untuk menghentikan gaji dan tunjangan Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, dan Adies Kadir.
Mereka adalah anggota DPR RI periode 2024–2029 yang dinonaktifkan oleh partainya masing-masing.
Keputusan ini diambil setelah pernyataan dan sikap mereka yang dianggap melukai hati rakyat serta memicu gelombang kecaman publik hingga aksi demonstrasi besar di berbagai daerah.
Usai kelimanya dinonaktifkan sebagai anggota DPR, publik masih mempertanyakan ihwal gaji dan tunjangan yang mereka terima.
Sebab, berdasarkan Pasal 19 ayat 4 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib, menyebutkan bahwa anggota dewan yang diberhentikan sementara tetap memperoleh hak keuangan sesuai ketentuan perundang-undangan.
Hak tersebut mencakup gaji pokok dan berbagai tunjangan, mulai dari tunjangan keluarga, jabatan, komunikasi, hingga tunjangan beras.
Merespons hal tersebut, Fraksi Partai Nasdem lantas meminta DPR RI menghentikan pemberian gaji, tunjangan, dan seluruh fasilitas lain yang melekat pada Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach selama mereka menjadi anggota legislatif.
Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR RI Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan bahwa penghentian tersebut dilakukan seiring dengan penonaktifan kedua kader tersebut oleh partai dari keanggotaan di DPR RI.
“Fraksi Partai Nasdem DPR RI meminta penghentian sementara gaji, tunjangan, dan seluruh fasilitas bagi yang bersangkutan, yang kini berstatus nonaktif, sebagai bagian dari penegakan mekanisme dan integritas partai,” ujar Viktor dalam siaran pers yang diterima dari Kompas.com, Selasa (2/9/2025).
Hal yang sama diikuti oleh Fraksi PAN. Ketua Fraksi PAN Putri Zulkifli Hasan menjelaskan bahwa penghentian pemberian hak-hak tersebut diajukan karena pihaknya tengah menonaktifkan Eko Patrio dan Uya Kuya dari keanggotaan di DPR RI.
“Fraksi PAN sudah meminta agar hak berupa gaji, tunjangan, dan fasilitas lain yang melekat pada jabatan anggota DPR RI dengan status non-aktif dihentikan selama status tersebut berlaku.
Ini merupakan bentuk tanggung jawab Fraksi PAN dalam menjaga akuntabilitas dan kepercayaan publik,” ujar Putri Zulkifli Hasan dalam siaran pers, Rabu (3/9/2025).
Sementara itu, meski tak meminta kepada DPR, Ketua Fraksi Golkar Muhammad Sarmuji menilai, tidak diberikannya gaji dan tunjangan kepada Adies Kadir merupakan bagian dari konsekuensi logis atas dinonkatifkannya dia sebagai anggota DPR.
MKD Surati Sekjen DPR
Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Nazaruddin Dek Gam, lantas mengirimkan surat kepada Kesekjenan DPR RI untuk menghentikan gaji dan tunjangan anggota dewan yang dinonaktifkan.
“MKD sudah mengirim surat kepada Sekjen DPR untuk menghentikan gaji dan tunjangan lainnya bagi anggota yang sudah dinonaktifkan,” kata MKD saat dihubungi, Rabu (3/9/2025).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar mengatakan, pihak Sekretariat Jenderal (Setjen) telah menerima surat tersebut, dan selanjutnya akan diteruskan kepada pimpinan DPR RI.
Pimpinan DPR RI disebut telah menyetujui surat permohonan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait penghentian pemberian gaji dan tunjangan bagi anggota dewan yang telah dinonaktifkan partainya.
“Pimpinan tentu menyetujui untuk menindaklanjuti surat MKD,” ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar, saat dihubungi, Kamis (4/9/2025).
Meski begitu, Indra tidak menjelaskan secara detail apakah penghentian gaji dan tunjangan anggota DPR nonaktif berlaku seterusnya atau hanya sementara waktu.
Dia hanya menegaskan bahwa Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI akan menindaklanjuti keputusan yang telah diambil oleh pimpinan DPR RI.
“Saat ini, tugas kami menindaklanjuti apa yang sudah diputuskan,” ucap Indra.
Dek Gam mengungkapkan, surat tersebut tidak terbatas pada lima anggota dewan, melainkan untuk anggota DPR RI yang dinyatakan dinonaktifkan.
Ia tidak memungkiri, jumlah tersebut bisa saja bertambah.
“Kita enggak menyebutkan lima ya, bisa jadi bertambah nanti, ya. Pokoknya bagi anggota yang sudah dinonaktifkan di partai.
Kita akan melakukan pendalaman-pendalaman lagi siapa lagi yang bakal kita panggil,” tutur dia.
Ia menjelaskan, keputusan nonaktif itu disampaikan oleh partai masing-masing kepada pimpinan DPR dengan tembusan ke MKD.
Oleh karenanya, MKD menindaklanjuti laporan tersebut hingga meminta kesekjenan menghentikan gaji dan tunjangan.
“Nah, hari ini MKD menyurati kesekjenan untuk menghentikan sementara gaji dan tunjangan lainnya bagi anggota yang sudah dinonaktifkan,” jelas Dek Gam.
Mengapa Tunjangan dan Gaji Dihentikan?
Gaji dan tunjangan DPR beberapa hari belakangan ini menjadi sorotan.
Salah satunya tunjangan rumah senilai Rp 50 juta.
Sejumlah anggota DPR RI dinilai makin mempekeruh suasana dengan merespons masyarakat yang memberikan kritik lewat media sosial terkait isu gaji dan tunjangan jumbo anggota dewan.
Beberapa anggota dewan ini mencoba memberikan klarifikasi soal tunjangan rumah itu, tetapi klarifikasi tersebut justru semakin membuat amarah rakyat memuncak.
Sahroni misalnya, ia melontarkan kalimat yang kian memperkeruh suasana ketika menanggapi seruan “Bubarkan DPR” di media sosial.
“Catat nih, orang yang cuma mental bilang ‘bubarin DPR’, itu adalah orang tolol se-dunia,” ujarnya dalam kunjungan kerja di Medan, Jumat (22/8/2025).
Kemudian Nafa Urbach, yang mendukung pemberian tunjangan tersebut supaya bisa mengontrak rumah di sekitar Gedung DPR.
Pernyataan para anggota dewan ini ditengarai memantik kemarahan publik sehingga menggelar sejumlah aksi unjuk rasa di sejumlah daerah, termasuk di Gedung DPR pada Senin (25/8/2025) dan Kamis (28/8/2025).
Kondisi ini semakin bergejolak setelah insiden kendaraan taktis (rantis) Brimob melindas pengemudi ojek online, Affan Kurniawan, di Jakarta pada Kamis malam, pekan lalu.
Akhirnya, partai politik masing-masing anggota dewan memutuskan untuk menonaktifkan lima orang yang sempat menanggapi kritik masyarakat dengan komentar nyeleneh.
Sumber artikel: Kompas.com