JURNALINDONESIA.CO – Pemerintah tidak akan menaikkan pajak pada 2026 nanti.
Meski pajak merupakan salah satu sumber untuk meningkatkan pendapatan negara.
Hal itu diungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Dia memastikan pemerintah tidak akan menerapkan tarif pajak baru untuk meningkatkan pendapatan negara pada 2026.
Meskipun target penerimaan pada pada 2026 direncanakan sebesar Rp 2.357,71 triliun atau meningkat 13,5 persen dari outlook penerimaan pajak 2025 yang sebesar Rp 2.076,9 triliun.
“Kebutuhan negara dan bangsa begitu banyak maka pendapatan negara terus ditingkatkan tanpa ada kebijakan-kebijakan baru,” ujarnya saat rapat kerja dengan Komite IV DPD RI, Selasa (2/9/2025).
Menurutnya, optimalisasi penerimaan pajak tidak hanya bisa dilakukan dengan menerapkan pajak baru atau menaikkan tarif pajak yang sudah ada.
Penerimaan pajak tetap dapat dilakukan melalui perbaikan pelaksanaan pemungutan pajak dan peningkatan kepatuhan wajib pajak.
“Sering dalam hal ini dari media disampaikan seolah-olah upaya untuk meningkatkan pendapatan kita menaikkan pajak. padahal pajaknya tetap sama tapi enforcement dan dari sisi compliance, kepatuhan akan dirapikan, ditingkatkan,” ucapnya.
Tidak hanya itu, Bendahara Negara ini juga memastikan pemerintah tetap akan memberikan keringanan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“Bagi mereka yang mampu dan berkewajiban membayar pajak tetap membayar pajak dengan mudah dan patuh.
Sementara yang tidak mampu dan yang masih lemah dibantu secara maksimal,” kata Sri Mulyani.
Salah satunya dengan memberlakukan pembebasan pajak penghasilan (PPh) bagi UMKM dengan omzet hingga Rp 500 juta per tahun.
Sementara bagi UMKM dengan omzet di atas Rp 500 juta sampai Rp 4,8 miliar hanya dikenakan PPh Final sebesar 0,5 persen.
“Itu adalah kebijakan pemihakan kepada UMKM karena kalau pajak PPh badan adalah angkanya di 22 persen,” ungkapnya.
Selain itu, pemerintah juga memberlakukan pembebasan PPh Pasal 21 kepada pekerja yang berpenghasilan tahunan di bawah Rp 60 juta.
Pemerintah juga tetap memberikan insentif untuk sektor esensial seperrti membebaskan PPN untuk bidang kesehatan dan pendidikan.
“Ini menggambarkan bahwa pendapatan negara tetap dijaga baik namun pemihakan, gotong royong, kepada terutama kelompok yang lemah tetap akan diberikan,” tuturnya.
Sebagai informasi, pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan pada rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) 2026 mengalami peningkatan dari tahun ini.
Mengutip Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN TA 2026, penerimaan perpajakan tahun depan ditargetkan sebesar Rp 2.692,01 triliun.
Angka ini meningkat 12,8 persen dari outlook 2025 yang sebesar Rp 2.387,3 triliun dan meningkat 8,08 persen dari APBN 2025 yang sebesar Rp 2.490,9 triliun.
Jika dirincikan, penerimaan perpajakan itu berasal dari penerimaan pajak sebesar Rp 2.357,71 triliun, tumbuh 13,5 persen dari outlook penerimaan pajak 2025 yang sebesar Rp 2.076,9 triliun.
Kemudian penerimaan kepabeanan dan cukai ditargetkan sebesar Rp 334,30 triliun atau meningkat 7,7 persen dari outlook 2025.
Kenaikan penerimaan perpajakan itu seiring dengan meningkatnya anggaran belanja tahun depan.
Belanja negara pada RAPBN 2026 meningkat 7,3 persen dari outlook 2025 menjadi Rp 3.786,5 triliun.
Terdiri dari belanja kementerian/lembaga yang naik signifikan sebesar 17,5 persen menjadi Rp 1.498,3 triliun dan belanja non-KL mencapai Rp 1.638,2 triliun, naik 18 persen.
Sumber artikel: Kompas.com