JURNALINDONESIA.CO – Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh menolak penggusuran berujung anarkisme dan represif dan meminta penegak hukum mengusut tuntas pemukulan masyarakat oleh oknum Satpol-PP Lhokseumawe. Rabu (26/7/2023).
Ketua Umum BEM Fakultas Hukum Unimal Aris Munandar dalam konferensi pers di Shaka coffe mengatakan, pihaknya melihat ada beberapa problematika yang terjadi pada waktu penggusuran lapak masyarakat, yaitu tindakan kekerasan terhadap masyarakat yang di lakukan oleh Satpol PP dan sahabat Satpol PP.
“Penggusuran itu merupakan tindakan hukum, berarti aparat yang berwenang juga harus diperbolehkan secara hukum untuk melakukan penggusuran tersebut, tidak boleh sembarangan, apalagi masyarakat umum seperti Ormas maupun sahabat Satpol PP,” ungkapnya
Sambungnya, ini menjadi salah satu tindakan premanisne yang di lakukan oleh Satpol PP Lhokseumawe. Pihaknya meminta kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) tidak disamakan dengan preman. Justru Satpol PP adalah profesi yang mulia dan diperlukan masyarakat.
“Kami mengharapkan kepada Kepala Satpol PP memberikan penjelasan kepada jajarannya agar mampu mengendalikan diri, menjadi petugas yang profesional dan mengedepankan etika dan moral. Karna dalam penegakan aturan oleh satuan polisi, termasuk Satpol PP, terdapat tahapan yang perlu ditempuh upaya persuasif dan sosialisasi merupakan tahapan awal, sementara penegakan hukum dengan upaya koersif merupakan jalan terakhir, dengan catatan, jika hal itu sangat diperlukan,” paparnya.
Lanjutnya, namun yang mirisnya lagi, bahwasanya aksi sweeping (yang kami asumsikan sebagai aksi penertiban) atas perilaku yang tidak tertib di masyarakat bukanlah wewenang organisasi masyarakat (ormas). Yang berwenang melakukannya adalah aparat penegak hukum seperti polisi dan satpol PP.
UU ormas dengan tegas melarang ormas melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 59 Ayat (2) Ormas di larang : (d). Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau (e). melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Maka Pemerintah Lhokseumawe harus memberikan sanksi kepada Satuan Polisi Pramong Praja sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan Pasal 60 Ayat (1) Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 59.
Yang Perlu Pemerintah Kota Lhokseumawe harus mengingat bahwasanya Adagium Salus Populi Suprema Lex Esto (Keselamatan Rakyat adalah Hukum Yang Tertinggi) keselamatan warga jauh lebih tinggi daripada konstitusi itu sendiri. Padahal Sudah jelas tercatum di dalam Pasal 28I ayat (4) UUD Tahun 1945 yang berbunyi, “Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”
“Kami dari Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh ingin menyampaikan beberapa-beberapa Poin tuntutan yaitu tolak Penggusuran yang berujung Anarkisme dan Represif, tolak penggunaan kekuatan Masyarakat dalam penertiban pedagang kaki lima oleh Satpol-pp Lhokseumawe, karna penertiban atau penggusuran menggunakan kekuatan masyarakat atau ormas itu melanggar Hukum, usut Tuntas Dugaan Pemukulan Masyarakat Oleh Oknum Satpol-pp Lhokseumawe,”harapnya.
Reporter : Mulyadi