LHOKSUMAWE – Stunting dan gizi buruk pada balita masih menjadi persoalan serius di Kota Lhokseumawe. Meski kerap dikaitkan dengan kekurangan gizi dan nutrisi ibu hamil, ternyata faktor lain yang tak kalah penting adalah kondisi kebersihan lingkungan yang buruk serta sanitasi yang tidak memadai. Kepala Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe, Safwaliza, menyoroti peran signifikan dari lingkungan tempat tinggal ibu hamil dalam memengaruhi kesehatan bayi yang dilahirkan.
“Lingkungan tempat tinggal yang kotor dan sanitasi yang tidak baik turut mendorong kelahiran anak yang tidak sehat, yang berisiko tinggi mengalami stunting dan gizi buruk,” ujar Safwaliza dalam sebuah dialog Lintas Pagi salah satu Radio, beberapa waktu lalu.
Ia mengingatkan bahwa penanganan stunting tidak cukup hanya dengan pemenuhan asupan nutrisi, melainkan harus diiringi dengan perbaikan kondisi lingkungan tempat tinggal.
Safwaliza mencontohkan situasi di kawasan pesisir Kecamatan Banda Sakti, terutama di Gampong Pusong, yang memiliki tingkat kasus stunting dan balita gizi buruk tertinggi di Lhokseumawe. Di daerah ini, banyak keluarga yang tinggal di lingkungan padat penduduk dengan sanitasi yang minim dan akses air bersih yang terbatas.
“Salah satu area fokus penanggulangan kami adalah Gampong Pusong, di mana banyak balita terdata mengalami stunting. Kebersihan lingkungan di sana sangat memprihatinkan,” jelasnya.
Kondisi ini, lanjut Safwaliza, menjadi ironi mengingat Gampong Pusong terletak di pesisir pantai yang melimpah dengan hasil laut, terutama ikan. Namun, meskipun kaya akan protein alami dari laut, warga di kawasan ini justru masih terjebak dalam permasalahan gizi dan sanitasi yang buruk.
“Sungguh ironis, di bibir pantai yang penuh dengan ikan, banyak balita justru lahir dengan risiko stunting akibat faktor lingkungan yang tidak mendukung kesehatan ibu hamil,” ungkapnya.
Lingkungan kumuh di pesisir, dengan sampah yang menumpuk dan drainase yang tidak berfungsi baik, menciptakan ekosistem yang menjadi sumber penyakit. Ibu hamil yang tinggal di area tersebut lebih rentan terhadap infeksi, yang dapat memengaruhi kesehatan janin mereka. Kondisi seperti ini, kata Safwaliza, hanya memperburuk risiko anak lahir dengan masalah pertumbuhan, terlepas dari ketersediaan makanan bergizi.
Untuk menangani masalah ini, Dinas Kesehatan Lhokseumawe tak hanya fokus pada upaya pemenuhan gizi bagi ibu hamil dan balita, tetapi juga menggencarkan program edukasi kebersihan lingkungan. Safwaliza menyebutkan bahwa edukasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebersihan dan membangun sanitasi yang baik.
“Kami terus mendorong upaya perbaikan lingkungan di daerah-daerah yang rawan, seperti pesisir Banda Sakti. Selain intervensi medis dan distribusi makanan bergizi, kami juga mengadakan program sanitasi yang melibatkan masyarakat langsung,” jelasnya.
Ia berharap kolaborasi antara pemerintah, warga, dan pihak swasta dapat memberikan dampak signifikan dalam menciptakan lingkungan sehat yang mendukung tumbuh kembang anak.
Kekurangan air bersih menjadi masalah besar yang dihadapi oleh penduduk di pesisir Pusong. Sebagian besar keluarga di daerah ini harus mengandalkan sumur dangkal atau membeli air bersih dengan harga yang mahal.
“Air bersih sangat penting bagi ibu hamil untuk mencegah infeksi dan mendukung pola hidup sehat. Tanpa akses yang memadai, sulit bagi mereka untuk menjaga kebersihan dan kesehatan keluarga,” tambah Safwaliza.
Ia pun mengaku prihatin melihat kondisi tersebut dan berharap ada dukungan lebih besar dari berbagai pihak, termasuk perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Lhokseumawe, untuk berinvestasi dalam infrastruktur sanitasi yang layak.
“Kami berharap perusahaan, terutama yang bergerak di sektor perikanan atau yang beroperasi di sekitar pesisir, turut berperan dalam meningkatkan akses air bersih dan membangun fasilitas sanitasi yang memadai,” katanya.
Dalam penutupnya, Safwaliza menegaskan bahwa upaya menciptakan generasi yang bebas stunting di Lhokseumawe harus melibatkan semua elemen masyarakat. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, dan kesadaran warga tentang pentingnya lingkungan bersih harus ditingkatkan.
“Kami semua harus bergandengan tangan, dari memperbaiki sanitasi, mengedukasi ibu hamil, hingga menyediakan air bersih. Ini adalah perjuangan bersama untuk masa depan anak-anak kita,” pungkasnya dengan harapan besar.
Dengan perbaikan sanitasi dan lingkungan, serta edukasi gizi yang terus dilakukan, Safwaliza optimis bahwa Kota Lhokseumawe dapat menurunkan angka stunting dan menciptakan masa depan yang lebih sehat untuk generasi mendatang. [Adv]