JURNALINDONESIA.CO – Situasi Tepi Barat (West Bank) makin memanas setelah Israel melancarkan serangan ke wilayah tersebut. Dalam beberapa waktu terakhir, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) meledakkan kamp pengungsi Aqbat Jaber di pinggiran Jericho.
Seorang warga bernama Mansour (56) menyebut kamp menjadi sasaran karena saudaranya bernama Maher Shalon ditangkap dan dicurigai membunuh seorang warga Israel. Di dalam kamp tersebut ada istri dan anak-anak Maher.
“Orang-orang Israel datang hampir setiap hari sejak 7 Oktober,” kata Mansour, seperti dikutip The Guardian, Rabu (25/10/2023).
Aqabat Jaber adalah salah satu dari 19 kamp yang masih tersebar di Tepi Barat, yang didirikan setelah berdirinya Israel pada tahun 1948. Kamp ini dibangun untuk menampung orang-orang yang melarikan diri dari peristiwa Nakba atau bencana.
Saat ini, kamp-kamp tersebut masih berupa labirin jalan-jalan sempit yang kumuh dengan sedikit layanan, dilanda kemiskinan dan kejahatan. Semuanya juga merupakan pusat perlawanan bersenjata terhadap pendudukan Israel.
Serangan Aqbat Jaber pada Jumat hanyalah salah satu dari beberapa operasi besar Israel di kamp-kamp pengungsi dan kota-kota Tepi Barat selama dua minggu terakhir.
Ini menjadi sebuah sinyal bahwa Israel juga menganggap Tepi Barat sebagai wilayah baru dalam perang dengan Hamas di Gaza. Peningkatan aktivitas militer Israel kemungkinan besar akan membakar Tepi Barat yang sudah tidak stabil.
Korban di Tepi Barat
Menurut data Palestina, lebih dari 90 orang tewas, sebagian besar akibat perselisihan dengan IDF, dan 1.200 warga Palestina telah ditangkap oleh pasukan Israel di Tepi Barat sejak konflik tersebut pecah.
Dilansir Reuters, serangan drone Israel semalam menewaskan tiga orang di Tepi Barat. Militer mengatakan warga Palestina yang bersenjata “menembak dan melemparkan alat peledak” ke arah pasukannya di kamp pengungsi Jenin, di Tepi Barat bagian utara. Militer kemudian menyerang mereka dengan drone, dan “serangan teridentifikasi”.
Setidaknya delapan komunitas Palestina juga terpaksa meninggalkan tanah mereka karena meningkatnya kekerasan dari pemukim Israel yang tinggal di Tepi Barat.
Di Wadi as-Seeq, dekat Ramallah, tentara dan pemukim menahan tiga warga Palestina, menelanjangi mereka hingga pakaian dalam sebelum memukuli mereka, mengencingi mereka, mematikan rokok di kulit mereka, dan melakukan pelecehan seksual terhadap mereka. IDF telah membuka penyelidikan.
Seluruh wilayah, yang merupakan rumah bagi 3 juta warga Palestina, dan sekitar 500.000 warga Israel, terasa seperti berada di ambang ledakan.
Sebelum konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun kembali terjadi di Gaza awal bulan ini, sebagian besar masyarakat di wilayah tersebut lebih khawatir tentang kemungkinan kembalinya pertempuran besar-besaran di Tepi Barat.
Tahun 2022 adalah tahun paling berdarah di wilayah pendudukan sejak berakhirnya intifada kedua, atau pemberontakan Palestina, pada tahun 2005, dan tahun 2023 telah melampaui statistik suram tahun sebelumnya bahkan sebelum perang baru meletus.
Naun bukan hanya Tepi Barat yang memperkirakan akan terjadi lebih banyak pertempuran: komunitas Israel di bagian utara negara tersebut, dan komunitas Lebanon yang berada di dekat perbatasan Garis Biru antara keduanya, juga bersiap menghadapi lebih banyak kekerasan.
Sumber: cnbcindonesia.com