JURNALINDONESIA.CO – Sejak mencanangkan program Saudi Vision 2030, Arab Saudi mulai membuka diri demi melepas ketergantungan pada minyak. Negara ini mulai menata kehidupan di dalam dan luar negerinya, termasuk mencanangkan normalisasi hubungan dengan musuh bebuyutannya, Israel.
Israel yang selalu mengejar hubungan diplomatik dengan Arab Saudi jelas menyambut baik wacana ini. Namun, upaya ini selalu terganjal oleh isu Palestina.
Arab Saudi, dan mayoritas negara-negara Islam lain, menganggap keberadaan Israel tidak sah. Mereka memandang kalau Palestina yang lebih berhak berkuasa di tanah Yerusalem. Bagi mereka, kemerdekaan Palestina adalah harga mati.
Untuk memperjuangkan ini mereka tercatat pernah bertempur langsung melawan Israel meskipun berakhir dengan kekalahan negara Arab. Karena tak kunjung terselesaikan inilah, api dalam sekam selalu ada sampai sekarang.
Meski di atas permukaan hubungan keduanya memanas, tetapi di balik layar mereka beberapa kali pernah bekerja sama. Jaringan intelijen telah mempertemukan keduanya.
Ini kisahnya:
Bermula di Yaman
Kerja sama pertama Saudi-Israel bermula pada awal 1960-an. Pada tahun tersebut Yaman sedang dilanda Perang Saudara antara kelompok pro-Kerajaan Yaman dengan pro-Republik Yaman.
Namun, perang ini tidak hanya sebatas internal Yaman, ada kepentingan negara lain di sana. Mulanya, pihak pendukung bentuk republik didukung oleh Mesir dan Uni Soviet.
Pada sisi lain, dukungan Soviet itu jelas membuat AS panik. Paman Sam tidak ingin Soviet menyebarkan pengaruh di sana.
Alhasil, AS menggunakan Arab Saudi, yang memang dekat dengannya, sebagai alat untuk melawan Soviet. Dari sinilah, Arab Saudi secara resmi mendukung pihak kerajaan.
Untuk memperlancar usahanya, Arab Saudi mulai melirik anak kesayangan AS lain di Timur Tengah, yakni Israel. Kerajaan saat itu melihat kalau persenjataan Israel lebih maju.
Arab Saudi ingin memanfaatkan ini. Terlebih keduanya pun punya pandangan sama tentang konflik di Yaman.
Merujuk tulisan Elie Podeh dalam “Saudi Arabia and Israel: From Secret to Public Engagement, 1948-2018” (Middle East Journal, 2018), badan intelijen kedua negara lantas berkoordinasi. Israel sepakat untuk melakukan pengiriman senjata ke Arab Saudi yang jadi markas gerilyawan pendukung Kerajaan Yaman.
Selain itu, dokumen rahasia juga mengungkap. Kalau petinggi kedua negara berupaya menjegal kekuatan Mesir di Yaman.
“Sebuah dokumen rahasia di Arsip Negara Israel menunjukkan kontak antara Raja Yordania Husayn, Raja Faisar, dan Israel. Ketiganya dihubungan oleh intel Inggris. Mereka membahas pencegahan rute pesawat tempur Mesir yang terbang melewati langit Saudi, Israel, dan Yordania,” tulis Elie Podeh.
Namun, kerja sama rahasia Arab Saudi-Israel ini berakhir gagal karena perang selesai dengan pergantian sistem kerajaan ke republik.
Bersatu karena Iran
Jalinan Saudi-Israel saat itu tidak banyak yang tahu. Di permukaan, publik hanya melihat kalau mereka bermusuhan.Dan, ini memang terbukti ketika setelahnya terjadi perang Arab-Israel 1967.
Sejak saat itu, tidak ada hubungan sama sekali antara keduanya. Hingga akhirnya, Iran datang sebagai musuh bersama kedua negara.
Merujuk tulisan Jonathan Rynhold & Michal Yaari “The transformation of Saudi-Israeli relations” (Israel Affairs, 2020), Peningkatan kekuatan Iran membuat Saudi dan Israel ketar-ketir. Mereka khawatir sewaktu-waktu Iran akan liar dan mengganggu kedaulatan negara.
Kekhawatiran itu semakin tidak terbendung saat memasuki abad ke-21. Ancaman Iran lewat nuklirnya telah meningkat secara serius.
Arab Saudi berada di posisi dilematis. Negara Islam ini bakal berhadapan dengan situasi sulit jika muncul perang ketika, di saat bersamaan, tensi politik dengan Israel memanas.
Elite politik Riyadh paham betul kalau Israel bisa menjadi sekutu potensial. Negara itu memiliki teknologi sangat maju.
Tak sampai di situ, Saudi juga memandang dengan menjalin kerjasama dengan Israel, negaranya juga bakal semakin mengamankan dukungan AS. Artinya, ini adalah kerjasama strategis.
Dari sini muncul kembali proses di balik layar antara kedua negara. Bisa dikatakan, terjalinnya kembali hubungan diam-diam itu menandai kalau Arab Saudi tidak serius terhadap isu Palestina.
Jonathan Rynhold & Michal Yaari mencatat setelahnya ada proses pertukaran rahasia antara Riyadh dan Tel Aviv yang telah berlangsung lama. Tidak menutup kemungkinan, di masa depan hubungan itu tidak lagi di balik layar saat keduanya resmi menjalin hubungan diplomatik.
Sumber: cnbcindonesia.com