LHOKSEUMAWE – Permasalahan stunting masih menjadi sorotan serius di Indonesia, termasuk di Kota Lhokseumawe, Aceh. Sebagai upaya untuk menekan angka stunting, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Lhokseumawe menggelar diseminasi audit kasus stunting tahap 1.
Acara yang digelar di aula Setdako Lhokseumae itu dibuka secara resmi oleh Pj Walkota Lokseuawe,A. Hanan yang diwakili Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdako Lhokseumawe, M. Maxsalmina, SHi, MH, serta dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan dari berbagai sektor, diantaranya Kepala OPD, Para Camat dan Para Geuchik, Selasa (10/9/2024).
Dalam sambutannya, M. Maxsalmina menegaskan, pemerintah daerah berkomitmen penuh untuk menurunkan angka stunting yang masih tinggi di beberapa wilayah di Lhokseumawe. “Stunting bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga masalah sosial dan masa depan generasi kita. Dengan audit ini, kami ingin menemukan solusi yang konkret untuk mencegah anak-anak kita tumbuh dengan keterbatasan fisik dan kognitif,” tegasnya.
Audit kasus stunting ini tidak sekadar mendata, tetapi juga meninjau setiap kasus secara menyeluruh dengan pendekatan holistik. DP3AP2KB menggandeng tenaga kesehatan, ahli gizi, kader posyandu, serta tokoh masyarakat untuk bersama-sama menganalisis faktor-faktor penyebab stunting di setiap desa dan kecamatan. Tim juga berfokus pada identifikasi pola konsumsi gizi buruk, akses kesehatan yang tidak merata, serta kondisi sanitasi yang memprihatinkan.
Dalam acara tersebut, M. Maxsalmina juga menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam upaya menurunkan angka stunting. Ia menekankan bahwa isu stunting tidak dapat diselesaikan hanya oleh satu instansi saja, melainkan membutuhkan keterlibatan berbagai pihak, mulai dari dinas kesehatan, pendidikan, hingga dinas sosial.
“Setiap instansi memiliki peran strategis. Dinas kesehatan, misalnya, fokus pada pencegahan dan perawatan, sementara dinas pendidikan membantu dalam edukasi gizi yang tepat sejak dini,” jelas Maxsalmina.
Kolaborasi ini telah terbukti berhasil dalam beberapa intervensi di desa-desa yang menjadi fokus audit tahap pertama. Misalnya, di Desa Blang Crum, peningkatan akses air bersih melalui program sanitasi terpadu yang melibatkan Dinas PU berhasil mengurangi angka stunting secara signifikan. Contoh sukses seperti ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi desa-desa lain yang juga berjuang melawan stunting.
Kepala Dinas DP3AP2KB Kota Lhokseumawe, Salahuddin, yang turut memberikan arahan dalam acara tersebut, menjelaskan bahwa audit ini merupakan salah satu instrumen penting dalam memahami akar masalah yang menyebabkan tingginya prevalensi stunting.
“Kami tidak bisa hanya memberikan solusi instan, tetapi harus memahami detail setiap kasus. Apakah ini soal gizi yang tidak cukup? Atau akses ke air bersih dan sanitasi? Audit ini membantu kami mendapatkan gambaran yang lebih jelas,” katanya. [] (Adv)