JURNALINDONESIA.CO – Anggota Komisi III DPR RI Santoso mengharapkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mampu mengoptimalkan kinerjanya dalam aksi penanganan terorisme.
Ia mengatakan program-program yang dimiliki BNPT diminta tidak hanya sebatas kegiatan seremonial. Terlebih saat ini, penanganan terorisme tidak lagi bersifat konvensional.
“Pasca Amerika meninggalkan Afghanistan, penanganan terorisme tidak lagi bersifat konvensional, tidak lagi bersifat berhadap-hadapan antara aparat di suatu negara dengan pihak terorisme. Tapi saat ini adalah bagaimana peran pemerintah, dalam hal ini BNPT, dalam hal cyber (siber) terorisme,” ujarnya dalam Rapat Kerja antara Komisi III dengan BNPT di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (13/2/2023).
Dalam upaya mengoptimalkan peran BNPT, Politisi Fraksi Partai Demokrat itu menilai bahwa antisipasi yang dilakukan atas aksi terorisme siber ini harus tinggi. Hal ini menjadi penting karena ia menganggap bahwa dengan terorisme siber ini, aktivitas lintas negara bisa terus terjadi. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar anggaran atas penanganan terorisme siber ini harus diperbanyak dibandingkan dengan program-program yang lain.
Selain itu, Legislator Dapil DKI Jakarta III ini juga meminta BNPT untuk meninjau ulang langkah strategis penanggulangan terorisme yang dibuat oleh BNPT pada poin revitalisasi nilai-nilai Pancasila. Santoso tidak menginginkan Pancasila hanya dijadikan objek untuk menyelenggarakan kegiatan, tetapi penggunaannya tidak tepat sasaran. Peninjauan ini juga diusulkan karena Anggota Komisi III itu menganggap sudah banyak lembaga yang juga menggunakan Pancasila sebagai programnya seperti MPR dan BPIP.
“Jangan pancasila ini hanya dijadikan objek untuk menyelenggarakan kegiatan, agar revitalisasi yang dilakukan ini tidak semau-maunya. Apa yang menjadi konsepsi dari BNPT karena nanti akhirnya ideologi negara bingkainya itu sesuai dengan lembaga masing-masing. Itu yang harus dihindari,” ucapnya.
Santoso juga menghimbau agar fokus BNPT tidak hanya pada pencegahan terorisme, tetapi juga pada tindakan negara terhadap mantan narapidana terorisme. Ia pun menyayangkan kasus bom bunuh diri yang dilakukan oleh Agus Sujatno di Astanaanyar harus terjadi. Politisi Fraksi Partai Demokrat itu menilai bahwa ada urgensi kehadiran negara dalam memberikan jaminan kehidupan kepada mantan narapidana terorisme.
“Ini menurut saya kenapa terorisme dan orang-orang pelakunya tidak lepas dari tindakan-tindakan yang kita nilai salah. Tetap mereka lakukan karena tidak ada kepedulian dari negara. Tidak ada kepedulian dari pemerintah, dalam hal ini BNPT. Jadi negara harus hadir,” tutupnya.