JURNALINDONESIA.CO – Mengejutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,12 persen pada kuartal II 2025.
Ekonom heran dengan data yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut.
Selama satu tahun Prabowo Subianto menjabat sebagai presiden, tepatnya sejak 20 Oktober 2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mengejutkan banyak pihak, karena mampu melaju cepat usai mengalami tekanan pada periode awal 2025.
Pada kuartal I-2025, BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 4,87% secara tahunan atau year on year (yoy).
Laju pertumbuhan itu jauh lebih rendah dari kuartal I-2024 yang mampu melesat di level 5,11%, maupun kuartal IV-2024 yang tumbuhnya 5,02%.
Lesunya laju pertumbuhan pada awal tahun ini tak terlepas dari tekanan daya beli yang dialami masyarakat, di samping adanya efisiensi anggaran belanja pemerintah pusat melalui penerbitan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.
Makanya, pemerintah pada saat itu menggelontorkan paket stimulus ekonomi guna menjaga daya beli masyarakat.
“Jadi dengan berbagai paket yang diberikan diharapkan menunjang daya beli dan ini bisa menjadi pendorong konsumsi dan tentunya pertumbuhan ekonomi di akhir tahun dan juga di awal kuartal pertama 2025,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Desember 2024, seperti dikutip kembali pada Senin (20/10/2025).
Tekanan daya beli masyarakat itu tergambar dari tingkat konsumsi rumah tangga yang tak mampu tumbuh di atas 5%, tepatnya hanya sejajar dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 4,89%.
Level itu lebih rendah dari posisi kuartal IV-2024 yang sebesar 4,98%, dan kuartal I-2024 4,91%.
Adapun konsumsi pemerintah saat itu bahkan minus 1,38%.
Akibatnya, pada awal tahun pemerintah menggelontorkan paket stimulus ekonomi tahap I-2025 yang anggarannya disediakan senilai Rp 33 triliun.
Terdiri dari diskon tarif listrik 50% untuk pelanggan dengan daya sampai 2.200 VA untuk periode Januari-Februari 2025.
Lalu, ada kebijakan pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk pembelian rumah.
Adapula kebijakan kemudahan akses layanan jaminan kehilangan pekerjaan atau JKP bagi para pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja alias PHK, ditambah dengan perpanjangan massa berlakunya pajak penghasilan (PPh) final 0,5% unuk para pelaku UMKM.
Pemerintah juga kala itu memberikan insentif bagi para pekerja bergaji sampai dengan Rp 10 juta per bulan dengan memberlakukan pajak penghasilan ditanggung pemerintah (PPh DTP).
Adapula bantuan iuran 50% untuk program jaminan kecelakaan kerja (JKK) serta subsidi bunga 5% bagi industri padat karya untuk melakukan revitalisasi mesin.
Terakhir, insentif yang diberikan berupa PPN DTP untuk kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, hingga pajak penjualan atas barang mewah yang ditanggung pemerintah alias PPnBM DTP sebesar 3%.
Karena ekonomi tak mampu tumbuh lebih cepat pada kuartal I-2025, pemerintah akhirnya kembali memutuskan untuk memberikan paket stimulus ekonomi pada kuartal II-2025, dengan istilah paket stimulus ekonomi tahap II.
Anggaran yang digelontorkan saat itu senilai Rp 24,4 triliun.
Bentuk insentifnya berupa diskon transportasi untuk kereta, tiket pesawat, hingga tiket angkutan laut, hingga bantuan subsidi upah kepada pekerja atau buruh bergaji sampai dengan Rp 3,5 juta serta 560 ribu lebih guru senilai Rp 300 ribu selama Juni-Juli 2025.
Diskon tarif tol juga saat itu diberlakukan untuk periode Januari-Juli 2025, diiringi dengan penebalan bantuan sosial berupa tambahan kartu sembako senilai Rp 200 ribu per bulan, serta bantuan pangan berupa 10 kg beras per bulan untuk periode Juni-Juli 2025.
Pemerintah saat itu juga memperpanjang diskon iuran JKK.
Maka, tak heran, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2025 mampu melesat hingga ke level 5,12% yoy saat itu.
Laju pertumbuhan itu melampaui level kuartal I-2025 dan bahkan lebih tinggi dari level kuartal II-2024.
Heran
Namun, sejumlah ekonom mengaku heran dengan laju pertumbuhan itu.
Kepala Ekonom BCA David Sumual misalnya, saat itu menegaskan, laju pertumbuhan saat itu memang jauh di atas ekspektasi di kisaran 4,69%-4,81% karena masih besarnya tekanan indikator belanja masyarakat dan kinerja sektor manufaktur pada periode itu.
David mengatakan, komponen PDB yang tumbuhnya menurut BPS sangat tinggi hingga mampu mendorong ekonomi tumbuh 5,12% yoy di antaranya ialah pertumbuhan angka investasi yang mencapai 6,99%, tertinggi sejak kuartal II-2021.
Sedangkan konsumsi rumah tangga yang kontribusinya 54,25% ke pertumbuhan ekonomi masih betah di level bawah 5% meskipun berbagai paket stimulus ekonomi telah diberikan.
Ia juga cenderung bertanya-tanya dengan melesatnya angka pertumbuhan industri pengolahan atau manufaktur yang pada kuartal II-2025 disebut BPS mencapai 5,68%, dari yang selama ini pergerakannya selalu di kisaran 4% sejak kuartal II-2022.
Head of Macro Economic & Financial Market Research Permata Bank Faisal Rachman juga mengaku terkejut dengan angka pertumbuhan kuartal II-2025.
Ia mengatakan, pertumbuhan PDB Indonesia mengalami akselerasi yang signifikan melampaui ekspektasi pasar.
“Perekonomian Indonesia mencatat pertumbuhan yang lebih kuat dari perkiraan sebesar 5,12% yoy pada Triwulan II 2025, jauh di atas ekspektasi pasar yang memproyeksikan pertumbuhan tetap di bawah 5%,” tegas Faisal.
Ekonom Bank Danamon Hosianna Evalita Situmorang juga tak bisa menutupi keterkejutannya dengan angka realisasi investasi kuartal II-2025.
Ia mengatakan, seharusnya kinerja PMTB pada kuartal II-2025 yang tumbuh cepat menurut BPS tak banyak berefek pada dorongan cepat ekonomi karena hanya terdiri dari belanja modal pemerintah berupa mesin dan impor barang modal meski bahan baku melambat.















