JURNALINDONESIA.CO – Jumlah peminat orang Indonesia kuliah di Mesir selama lima tahun terakhir, melonjak tinggi.
Pada 2020, sebanyak 579 orang Indonesia kuliah di Mesir.
Jumlahnya meningkat enam kali lipat menjadi 3.608 orang pada tahun 2025.
Tujuan kampus utama calon mahasiswa adalah Universitas Al Azhar.
***
Zubairi Abidin (19 tahun) dan belasan pelajar lainnya tampak khusyuk mendengar nasihat seorang dai asal Tangerang di aula Markaz Azhary Al Syarif di Jalan Swadaya, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (4/10/2025).
Sang kiai berpesan tentang beruntungnya pelajar yang bisa menuntut ilmu di Universitas Al Azhar, Kairo.
Dia pun menasihati agar para peserta pembekalan intensif untuk persiapan kuliah di salah satu universitas tertua di dunia itu menjaga adab selama belajar.
“Harus disiplin, jaga adab sama ulama di sana,” ujar kiai tersebut.
Zubairi menyerap nasihat sang kiai. Niatnya untuk berkuliah di Al Azhar memang tak terperi.
Santri lulusan Pesantren Al Mannan, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat tersebut ingin menjadi pionir dari pesantrennya untuk belajar di kampus yang berada 9000 kilometer dari Jakarta.
“Dari pondok saya baru saya saja. Belum ada santri lain yang kuliah di sana,” ujar dia saat berbincang dengan Republika.
Zubairi meyakini Al Azhar merupakan kunci penggali akar ilmu keislaman yang selama ini dipelajarinya di pesantren.
Terlebih, banyak ulama nusantara yang menjadi lulusan kampus yang lahir pada abad ke-10 Masehi tersebut.
Tak hanya itu, banyak kitab rujukan yang dia pelajari selama di pesantren merupakan buah karya para syekh asal kampus negeri Maghribi.
Berbekal rekomendasi dan biaya pendidikan yang ditanggung dari kakak iparnya, Zubairi terbang ke Jakarta untuk mengikuti pembekalan khusus di Markaz Azhary, sejak April 2025 lalu.
“Saya pengen mencari akarnya ilmu,” ujar dia.
Zubairi mendapatkan beragam materi untuk bisa lolos seleksi dan mampu mengikuti pendidikan di Al Azhar.
Dia lembaga konsultan pendidikan itu, dia belajar bahasa Arab, fikih, syariat hingga Alquran.
Untuk dapat lulus, Zubairi harus melewati setidaknya dua tes. Pertama, ujian penempatan level bahasa Arab yang disebut sebagai Tahdid Mustawa.
Tes yang digelar secara resmi dari Markaz at-Tatwir Universitas Al Azhar ini diadakan untuk menyeleksi pelajar yang akan mengikuti ujian penyetaraan (muadalah).
Jika berada di level 4-6, dia berhak mengikuti ujian. Bagi yang belum sampai level tersebut maka akan kembali mendapatkan pembinaan.
Zubairi pun berhasil memenuhi syarat dalam penempatan tes bahasa Arab.
Dia lantas mengikuti tes berikutnya, yakni seleksi muadalah. Seleksi ini digelar oleh Forum Konsultan Pendidikan Al Azhar Mesir Indonesia (Forkapmi).
Dia dinyatakan lulus. Saat ini, Zubairi masih menunggu visa pelajar diterbitkan oleh Kedutaan Mesir di Jakarta.
”Jadwal berangkat insya Allah November,” ujar santri yang memilih masuk ke jurusan Syariah Islamiyah ini.
Markaz Azhary merupakan salah satu lembaga konsultasi pendidikan yang menyediakan jasa pembinaan dan pemberangkatan pelajar untuk menjadi mahasiswa Al Azhar, Kairo.
Lembaga yang lazim disebut sebagai mediator itu juga memfasilitasi seleksi muadalah alias penyetaraan bagi mereka yang berasal dari pesantren atau madrasah yang ijazahnya belum disetarakan.
Seleksi dilaksanakan melalui Forkapmi.
Wawancara Ustaz Syahrul Fadil
Pimpinan Markaz Azhary, Ustaz Syahrul Fadil, mengatakan, setidaknya ada 60 orang yang akan berangkat ke Universitas Al Azhar pada tahun ini melalui lembaganya.
Banyak di antaranya memilih ikut pembinaan selama sepuluh bulan di asrama untuk mendapatkan pelajaran intensif bahasa Arab.
Alumni Al Azhar yang sudah 13 tahun berprofesi sebagai konsultan pendidikan ini mengatakan, pihaknya memfasilitasi dari pembinaan, seleksi, pemberkasan, pemberangkatan, hingga penempatan selama satu bulan saat mereka sudah berada di Kairo.
Bagi mereka yang hendak mengikuti pembinaan hingga penempatan, dikenakan biaya berkisar hingga Rp 30 juta.
Peserta bisa membayarnya secara bertahap.
Bagi yang mengikuti paket pemberangkatan hingga penempatan, mereka akan dikenakan biaya lebih murah.
“Kalau yang pemberangkatan, tiket, visa sampai homestay sebulan itu sekitar Rp 17 juta,”kata Syahrul.
Zubairi menjadi satu dari ribuan pelajar asal Indonesia yang merajut mimpi untuk kuliah di Universitas Al Azhar.
Kementerian Agama (Kemenag) memprediksi, pada tahun ini, lebih dari tiga ribu orang yang lolos seleksi ke Universitas tersebut.
Dari tahun ke tahun, jumlahnya terus bertambah mengingat kebijakan Universitas Al Azhar yang tak membatasi jumlah mahasiswa baru.
Hingga kini, setidaknya ada belasan ribu mahasiswa Indonesia dari total 450 ribu mahasiswa yang berkuliah di Al Azhar.
Membuka pintu
Banyaknya jumlah mahasiswa Indonesia yang kuliah di Universitas Al Azhar tak lepas dari kebijakan universitas yang membuka lebar-lebar pintu bagi mahasiswa asing untuk kuliah disana.
Menurut Syahrul yang juga merupakan Sekretaris Jenderal Forkapmi, Majelis Tinggi Al Azhar telah mengeluarkan Qoror atau surat keputusan pada 2023 lalu seputar seleksi untuk menjadi mahasiswa Al Azhar.
Pertama, setiap orang berhak untuk mendaftar ke Universitas Al Azhar dengan ijazah muadalah (yang disetarakan).
Poin kedua, ujar dia, ijazah muadalah ini bisa didapatkan dengan dua cara.
Pertama, lewat lembaga seperti pesantren atau sekolah yang mengajukan kepada Universitas Al Azhar agar ijazahnya disetarakan sebagai muadalah.
Mereka yang kurikulumnya dinyatakan sudah memenuhi kriteria Al Azhar bisa mendapatkan penyetaraan tersebut.
Kedua, Al Azhar memberi peluang bagi orang yang tak memiliki ijazah muadalah agar mengikuti ujian penyetaraan.















