JURNALINDONESIA.CO – Kisah kumpul kebo pejabat Belanda di wilayah kekuasaannya.
Untuk memenuhi hasrat biologisnya, para gubernur dan anggota dewan Belanda ini ‘menikahi’ perempuan lokal.
Mereka menjadikan perempuan lokal sebagai pelampiasan, hingga memiliki anak.
****
Fenomena hidup bersama tanpa ikatan resmi atau lebih akrab disebut kumpul kebo, telah menjadi bagian dari sejarah sosial di Indonesia.
Praktik ini bahkan sudah berlangsung sejak zaman kolonial terutama di kalangan pejabat Belanda yang tinggal di Hindia Belanda.
Pada masa itu, banyak pejabat tinggi dan warga Belanda yang menjalani hidup bersama perempuan lokal tanpa ikatan pernikahan resmi.
Hal ini terjadi karena membawa istri dari Eropa ke Hindia Belanda memerlukan biaya yang besar dan mengandung risiko yang tinggi.
Sebagai gantinya mereka membangun hubungan rumah tangga dengan perempuan lokal, yang sebagian besar berasal dari kalangan budak.
Gubernur Jenderal VOC Gustaaf Willem Baron van Imhoff (1743-1750), salah satunya.
Dalam buku Tempat-Tempat Bersejarah di Jakarta (2016) diceritakan, van Imhoff yang tercatat punya istri, pernah menerima budak cantik dari Ratu Bone sebagai hadiah.
Budak itu dibaptis dengan nama Helena Pieters untuk tinggal di rumah bersama sebagai “teman hidup.”
Dari hubungan itu, mereka kemudian memiliki anak-anak.
Contoh lain adalah Gubernur Jenderal VOC Reinier de Klerk (1777-1780).
Saat tiba di Jawa, de Klerk hidup bersama budak perempuan.















